Kamis, 29 Juli 2010

Sejarah Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit terletak di sekitar sungai Brantas, dengan pusatnya di
daerah Mojokerto. Majapahit merupakan puncak keyajaan kerajaan-kerajaan di
Jawa Timur dan merupakan kerajaan terbesar Indonesia. Majapahit disebut
juga sebagai Negara Kesatuan Kedua.

a. Kehidupan Politik

1) Raden Wijaya (1292-1309)
Kerajaan Majapahit lahir dalam suasana perubahan besar dalam waktu
yang singkat. Pada tahun 1292 Kertanegara gugur oleh pengkhianatan
Jayakatwang, Singasari hancur dan digantikan oleh Kediri. R. Wijaya
terdesak oleh serangan tentara Jayakatwang di medan utara dan berhasil
melarikan diri serta mendapat perlindungan dari Kepala Desa Kudadu.
Selanjutnya berhasil menyeberang ke Madura minta perlindungan dan bantuan
kepada Bupati Sumenep, Aria Wiraraja. Atas saran dan jaminan Aria
Wiraraja, R. Wijaya mengabdikan diri kepada Jayakatwang dan memperoleh
tanah di desa Terik yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Majapahit.
Tentara Kublai Khan sebanyak 200.000 orang di bawah pimpinan
Shih Pie, Ike Mase, dan Kau Shing datang untuk menghukum Kertanegara.
R. Wijaya bergabung dengan tentara Cina dan mengadakan serangan ke
Kediri, karena Cina tidak mengetahui terjadinya perubahan kekuasaan di
JawaTimur. Setelah R. Wijaya dengan bantuan tentara Kublai Khan berhasil
mengalahkan Jayakatwang, ia menghantam tentara asing tersebut. Serangan
mendadak yang tidak terkira sebelumnya, memaksa tentara Kublai Khan
meninggalkan Jawa Timur terburu-buru dengan sejumlah besar korban.
Akhirnya R. Wijaya dinobatkan menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit
dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1292-1307).
Untuk menjaga ketenteraman kerajaan, maka R. Wijaya mengadakan
konsolidasi dan mengatur pemerintahan. Orang-orang yang pernah berjasa
dalam perjuangan diberi kedudukan dalam pemerintahan. Misalnya, Aria
Wiraraja diberi tambahan wilayah di Lumajang sampai Blambangan, desa
Kudadu dijadikan desa perdikan (bebas pajak dan mengatur daerahnya
sendiri). Demikian juga teman seperjuangannya yang lain, diberi kedudukan,
ada yang dijadikan menteri, kepala wilayah, dan sebagainya.
Untuk memperkuat kedudukannya, keempat putri Kertanegara dijadikan
istrinya, yakni Dewi Tribhuanaeswari, Dewi Narendraduhita, Dewi
Prajnaparamita dan Dewi Gayatri. Tidak lama kemudian tentara Ekspedisi
Pamalayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang kembali membawa dua putri
yakni Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak diambil istri oleh R. Wijaya;
sedangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja yang mempunyai anak
bernama Adiytawarman. Dialah yang kelak menjadi raja di Kerajaan Melayu.
Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan oleh R. Wijaya dalam upaya
mengatur dan memperkuat kekuasaan pada masa awal Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1309 R. Wijaya meninggal dunia dan didharmakan di Candi
Simping (Sumberjati, Blitar) dalam perwujudan Hariwara (Siwa dan Wisnu
dalam satu arca).

2) Jayanegara (1309-1328)
R. Wijaya kemudian digantikan oleh putranya Kalagemet dengan gelar
Jayanegara (1309-1328), putra R. Wijaya dengan Dara Petak. Pada masa
ini timbul kekacauan di Majapahit, karena pemerintahan Jayanegara yang
kurang berbobot dan rasa tidak puas dari pejuang-pejuang Majapahit semasa
pemerintahan R. Wijaya.
Kekacauan berupa empat pemberontakan yang dapat membahayakan
negara, yakni sebagai berikut.
a) Pemberontakan Rangga Lawe (1309) yang berkedudukan di Tuban
tidak puas karena ia mengharapkan dapat menjadi patih di Majapahit,
sedangkan yang diangkat adalah Nambi.
b) Pemberontakan Lembu Sora (1311), karena hasutan Mahapati yang
merupakan musuh dalam selimut Jayanegara.
c) Pemberontakan Nambi (1316), karena ambisi ayahnya Aria Wiraraja
agar Nambi menjadi raja. Semua pemberontakan tersebut dapat
dipadamkan.
d) Pemberontakan Kuti (1319), merupakan pemberontakan yang paling
membahayakan, karena Kuti dapat menduduki istana kerajaan dan
Jayanegara terpaksa menyingkir ke Bedander. Namun pasukan
Bayangkari kerajaan di bawah pimpinan Gajah Mada berhasil merebut
kembali istana. Jayanegara dapat kembali ke istana lagi dan berkuasa
hingga tahun 1328. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada
kemudian diangkat menjadi patih di Kahuripan dan kemudian di Daha.

3) Tribhuanatunggadewi (1328-1350)
Pada tahun 1328 Jayanegara wafat, karena tidak meninggalkan putra
maka takhta kerajaan diserahkan kepada Gayatri. Oleh karena Gayatri telah
menjadi Bhiksuni, maka yang tampil adalah putrinya Bhre Kahuripan yang
bertindak sebagai wali ibunya. Bhre Kahuripan bergelar Tribhuanatunggadewi.
Pemerintahannya masih dirongrong pemberontakan, yakni pemberontakan
Sadeng dan Keta. Namun pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan
oleh Gajah Mada.
Sebagai tanda penghargaan, pada tahun 1333 Gajah Mada diangkat
sebagai Mahapatih Majapahit, menggantikan Arya Tadah yang sudah tua.
Pada waktu penobatannya, Gajah Mada mengucapkan "Sumpah Palapa"
(Tan Amukti Palapa). Isinya, Gajah Mada bersumpah tidak akan makan
buah palapa, sebelum seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Maksudnya Gajah Mada tidak akan hidup enak-enak sebelum seluruh
Nusantara berhasil dipersatukan di bawah panji-panji Majapahit.
Dalam usaha menyatukan seluruh Nusantara, Gajah Mada dibantu oleh
Empu Nala dan Adiytawarman. Mula-mula menaklukkan Bali (1334),
selanjutnya satu per satu kerajaan-kerajaan di Nusantara berhasil dipersatukan

4) Hayam Wuruk (1350 -1389)
Pada tahun 1350 Gayatri wafat, maka Tribhuanatunggadewi turun
takhta dan digantikan oleh putranya yakni Hayam Wuruk dengan gelar
Rajasanegara. Pada masa pemerintahannya bersama Patih Gajah Mada
kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya.
Pemerintahan terlaksana secara teratur, baik di tingkat pusat (ibukota),
tingkat menengah (vasal) dan tingkat desa. Sistem pemerintahan daerah
(tingkat menengah dan desa) tidak berubah, sedangkan di tingkat pusat
diatur sebagai berikut.
a) Dewan Sapta Prabu, merupakan penasihat raja yang terdiri atas kerabat
keraton, dengan jabatan Rakryan I Hino, Rakryan I Halu dan Rakryan I
Sirikan.
b) Dewan Panca Ring Wilwatikta, merupakan lembaga pelaksana
pemerintahan (lembaga eksekutif) semacam Dewan Menteri, terdiri atas
Rakryan Mahapatih, Rakryan Tumenggung, Rakryan Demang, Rakryan
Rangga, dan Rakryan Kanuruhan.
c) Dewan Nayapati (lembaga Yudikatif) yang mengurusi peradilan.
d) Dharmadyaksa, lembaga yang mengurusi keagamaan, terdiri atas
Dharmadyaksa ring Kasaiwan untuk agama Hindu dan Dharmadyaksa
ring Kasogatan untuk agama Buddha.
Dengan demikian pada masa Majapahit penganut agama Hindu dan
Buddha dapat hidup berdampingan, rukun dan damai. "Bhinneka Tunggal
Ika, Tan Hana Dharmamangrawa". Inilah semboyan rakyat Majapahit dalam
menciptakan persatuan dan kesatuan sehingga muncul sebagai kerajaan
besar Nusantara.
Di tingkat tengah terdapat pemerintah daerah yang dikepalai oleh
seorang raja kecil atau bupati. Mereka dapat mengatur daerahnya secara
otonom, tetapi setiap tahun berkewajiban datang ke ibukota sebagai tanda
tetap setia dan tunduk kepada pemerintah pusat Majapahit. Daerah-daerah
demikian disebut mancanegara, yang berarti negara (daerah) di luar daerah
inti kerajaan. Jadi untuk mengikat hubungan, setiap tahun daerah taklukan
harus mengirim upeti ke Majapahit, di samping juga ada petugas Majapahit
yang berkeliling ke daerah-daerah. Sedangkan untuk memantau ketertiban
dan keamanan dikirimlah Duta Nitiyasa (petugas sandi) ke seluruh Nusantara
Di tingkat bawah, terdapat pemerintahan desa yang dikepalai oleh
seorang kepala desa. Pemerintahan dilakukan menurut hukum adat desa
itu sendiri. Struktur pemerintahan desa masih asli dan kepala desa dipilih
secara demokratis.
Dengan kondisi pemerintahan yang stabil dan keamanan yang mantap,
Sumpah Palapa Gajah Mada dapat diwujudkan. Satu persatu wilayah
Nusantara dapat menyatu dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Dalam Kitab
Negara Kertagama secara jelas disebutkan daerah-daearah yang masuk
wilayah kekuasaan Majapahit ialah Jawa, Sumatra, Tanjungpura
(Kalimantan), Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Irian, dan Semenanjung
Malaka dan daerah-daerah pulau di sekitarnya.
Majapahit juga menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang
jauh, seperi Siam, Champa, dan Cina. Negara-negara tersebut dianggap
sebagai"Mitreka Satata" (negara sahabat yang berkedudukan sama).
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389, kemudian digantikan oleh
putrinya Dyah Kusumawardhani yang didampingi oleh suaminya
Wikramawardhana (1389-1429). Hayam Wuruk dengan isteri yang lain
mempunyai anak Bhre Wirabhumi yang telah diberi kekuasaan sebagai
penguasa daerah (Bupati) di Blambangan. Akan tetapi ternyata Bhre
Wirabumi menuntut takhta Majapahit, sehingga menimbulkan perang
saudara (Peregreg) tahun1401-1406. Pada akhirnya Bhre Wirabhumi kalah
dan perang saudara tersebut mengakibatkan lemahnya kekuasaan Majapahit
Setelah Wikramawardhana meninggal (1429) kemudian digantikan oleh
Suhita yang memerintah hingga 1447, dan sampai akhir abad ke-15 masih
ada raja-raja yang memerintah namun telah suram, karena tidak ada persatuan
dan kesatuan. Sehingga daerah-daerah jajahan satu demi satu melepaskan
diri. Para bupati di pantai utara Jawa telah menganut agama Islam, seperi
Demak, Gresik, dan Tuban. Satu persatu memisahkan diri, demikian juga
daerah di luar Jawa tidak mengirim upeti ke Majapahit. Majapahit terus
mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh.
Gambar 1.10. Peta daerah kekuasaan Majapahit
Perkembangan Negara Tradisional di Indonesia 23
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Majapahit adalah
sebagai berikut.
a) Tidak ada lagi tokoh-tokoh yang kuat di pusat pemerintahan yang dapat
mempertahankan kesatuan wilayah sepeninggal Gajah Mada dan Hayam
Wuruk.
b) Terjadinya perang saudara (Paregreg).
c) Banyak daerah-daerah jajahan yang melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit.
d) Masuk dan berkembangnya agama Islam.
Setelah mengalami kemunduran, akhirnya Majapahit runtuh. Dalam hal ini
ada dua pendapat :
a) Tahun 1478, yakni adanya serangan Girindrawardana dari Kediri. Peristiwa
tersebut diberi candrasengkala "Hilang Sirna Kertaning Bhumi" yang berarti
tahun 1400 Saka/1478 M.
b) Tahun 1526, yakni adanya serangan tentara dari Demak di bawah pimpinan
Raden Patah. Serangan Demak ini menandai berakhirnya kekuasaan Hindu
di Jawa.
b. Kehidupan Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial masa Majapahit aman, damai dan tenteram. Dalam Negara
Kertagama disebutkan bahwa Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling ke
daerah-daerah, untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan kesejahteraan
rakyatnya. Perlindungan terhadap rakyat sangat diperhatikan. Demikian juga
peradilan, dilaksanakan secara ketat; siapa yang bersalah dihukum tanpa pandang
bulu.
Dalam kehidupan ekonomi, masyarakat Majapahit hidup dari pertanian,
dan perdagangan. Prasarana perekonomian dibangun, seperti jalan, lalu lintas
sungai dan pelabuhan. Pelabuhan yang besar antara lain Surabaya, Gresik , Tuban,
dan Sedayu. Barang dagangan yang diperjualbelikan antara lain beras, rempahrempah,
dan kayu cendana.
c. Kehidupan Kebudayaan
Dalam kondisi kehidupan yang aman, dan teratur, mampu menghasilkan
karya-karya budaya yang bermutu tinggi. Hasil budaya Majapahit dapat
dibedakan sebagai berikut.
1) Candi
Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran (di Blitar),
Candi Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu , Candi
Tikus dan bangunan-bangunan kuno lainnya seperti Segaran, Patilasan
Wali Songo, dan Makam Troloyo (di Trowulan).
2) Kesusastraan
Zaman Majapahit bidang sastra sangat berkembang. Hasil sastranya
dapat dibagi menjadi zaman Majapahit awal dan Majapahit akhir.
24 Sejarah SMA/MA Kelas XI Bahasa
Berpikir Kritis
a) Sastra Zaman Majapahit Awal:
b) Kitab Negara Kertagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang
keadaan kota Majapahit, daerah-daerah jajahan dan perjalanan Hayam
Wuruk keliling ke daerah-daerah.
b) Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam Kitab ini terdapat
ungkapan yang berbunyi;"Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma
Mangrawa", yang kemudian dipakai sebagai motto negara kita.
c) Kitab Arjunawijaya, karangan Empu Tantular. Isinya tentang raksasa
yang dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.
d) Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.
Jenis sastra zaman akhir Majapahit antara lain:
a) Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan
Majapahit.
b) Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
c) Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
d) Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
e) Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai menjadi raja
Majapahit.
f) Kitab Usana Jawa, tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan
Aryadamar.
g) Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau
Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails