Agaknya semua orang setuju bahwa memandangi langit bertaburan cahaya bintang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam diri manusia. Bagi orang yang sedang kasmaran, langit malam sering menjadi inspirasi dalam mengekspresikan rasa hatinya. Tidak percaya? Coba hitung ada berapa buah lagu yang melukiskan keindahan langit malam. Sebut saja yang terkenal diantaranya Stardust yang dipopulerkan oleh Nat King Cole dan Fly Me To The Moon oleh Sinatra. Dari negeri sendiri, sang maestro Ismail Marzuki dalam sebuah masterpiece-nya melukiskan kekagumannya pada seorang “Juwita Malam” dengan metafora keindahan bintang timur. Tetapi keindahan langit malam tidak hanya milik orang-orang sedang kasmaran saja. Gemerlap cahaya bintang dapat menumbuhkan sisi spiritual dari diri seorang manusia. Kemisteriusan dan kemagisan langit malam sejak dahulu telah “menyadarkan” manusia akan adanya kuasa yang lebih besar darinya, yang dapat menguasai apa yang tidak dapat manusia jangkau: langit. Dalam banyak peradaban kuno sebelum masehi bintang-bintang mempunyai kedudukan yang tinggi. Orang-orang zaman dahulu percaya bintang-bintang di langit mempunyai pengaruh terhadap kehidupan mereka di bumi. Mereka melihat bintang-bintang tersebut sebagai suatu pola -kini dikenal sebagai konstelasi atau rasi bintang- yang menempati suatu wilayah tertentu di langit. Berkembanglah mitologi atau legenda dari berbagai peradaban kuno tentang rasi-rasi bintang. Salah satu rasi bintang yang dikenali oleh banyak peradaban dan memiliki beragam kisah adalah Rasi Leo, rasi yang digambarkan sebagai singa perkasa. Dalam mitologi Yunani Rasi Leo dikisahkan sebagai singa raksasa yang terkenal buas, yang harus dikalahkan Herkules demi memenuhi tugas yang diberikan oleh dewi Hera. Herkules berhasil memenangi pertarungan sengit tersebut. Sebagai penghormatan, dewi Hera menempatkan singa buas tersebut di satu bagian langit, menjadi singa yang tak lagi mematikan. Lain lagi menurut orang-orang Mesir kuno. Bagi mereka Leo bukanlah satu makhluk yang harus dikalahkan Herkules, melainkan salah satu dewa yang mereka sembah, dewa singa yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tidak hanya orang-orang Yunani dan Mesir yang melihat bentuk singa pada rasi ini. Orang-orang Sumeria juga telah melihat bentuk singa dan menyebutnya Ser. Orang-orang Turki menyebutnya Artan. Orang-orang Syria menyebutnya Aryo. Arye bagi orang-orang Yahudi dan Aru bagi orang-orang Babylonia. Beragam sebutan dengan makna yang sama, singa. Banyak lagi kisah-kisah menarik yang lahir dari memandangi langit malam, Rasi Leo hanya salah satunya. Kadang apa yang dilihat oleh satu peradaban tidak sama dengan yang dilihat oleh peradaban lainnya. Tujuh bintang yang sangat menyolok di belahan langit utara yang seolah-olah membentuk sebuah gayung raksasa adalah contohnya. Nenek moyang bangsa kita dahulu melihat tujuh bintang ini sebagai bintang biduk atau sampan, perahu. Lain di barat, lain di timur. Bagi orang Yunani kuno rasi ini tampak sebagai seekor beruang karena mereka tidak hanya melihat ketujuh bintang saja tetapi dengan bintang-bintang lainnya di sekitar tujuh bintang tersebut. Jadilah mereka melihat bentuk beruang pada rasi itu. Bagi orang Romawi rasi ini tampak tidak hanya sebagai beruang biasa tetapi sebagai beruang besar, disebut Ursa Major. Rasi ini kini lebih dikenal sebagai big dipper atau gayung raksasa. Selain mitologi yang tidak kalah menarik jika mendengar kata rasi bintang adalah zodiak. Kebanyakan pikiran orang langsung tergiring pada dunia ramal-meramal tanpa berminat mengetahui dasar ilmunya. Memang metode membaca masa depan sangat bervariasi tetapi zodiak sebagai pemeran utamanya tentulah sama. Zodiak dapat diartikan sebagai wilayah tempat tiga belas rasi bintang yang tampak dari bumi dilintasi oleh matahari setiap tahunnya. Tiga belas rasi tersebut, jika tidak ingin melihat majalah, adalah Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Ophiucus, Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius, dan Pisces. Revolusi bumi mengelilingi matahari tiap tahunnya menyebabkan matahari tampak seolah-olah bergerak dalam lintasan yang sama tiap tahunnya meskipun ini tidak benar karena adanya gerak presesi yang mengakibatkan perubahan perlahan-lahan dalam posisi benda langit, dalam kurun waktu yang sangat lama. Lintasan matahari itu disebut ekliptika. Dalam gerak semu tahunannya itu matahari tampak dari bumi melintasi tigabelas rasi bintang yang sama pada suatu saat setiap tahunnya. Bangsa Babylonia diperkirakan sebagai bangsa yang pertama kali mengenal zodiak sejak 2000 SM. Tetapi marilah kita tinggalkan persoalan ramal-meramal kepada ahlinya saja. Dalam ilmu astronomi sendiri zodiak tidak menempati kedudukan yang teristimewa selain karena letaknya yang “strategis” tampak dilewati matahari setiap tahunnya. Tidak seperti dalam dunia astrologi dimana zodiak dianggap mempunyai pengaruh terhadap segala peristiwa di bumi. Meskipun begitu, rasi bintang, termasuk zodiak diantaranya, bermanfaat bagi manusia. Pada dasarnya kegiatan mengelompokkan bintang dan “menganugerahinya” bentuk secara suka-suka telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Telah sejak lama pula rasi-rasi bintang di langit digunakan manusia sebagai petunjuk arah dan waktu. Salah satu contohnya adalah Big dipper atau Ursa Major yang sejak dahulu telah digunakan sebagai petunjuk arah utara. Agaknya orang-orang zaman dahulu telah menyadari bahwa rasi bintang muncul pada saat dan wilayah langit yang sama dalam kurun waktu tertentu setiap tahunnya sehingga dapat digunakan untuk keperluan navigasi. Catatan tentang rasi bintang dapat ditemukan dalam buku karya Ptolemaeus, Almagest, dimana disebutkan di dalamnya tentang 48 buah rasi bintang yang dikenal saat itu. 47 diantaranya sama dengan yang dikenal saat ini. Sejak tahun 1928 International Astronomical Union (IAU) meresmikan 88 buah rasi bintang berikut batas-batas rasinya untuk menghindari adanya “sengketa” wilayah antara satu rasi dengan yang lainnya. Pemetaan langit seperti ini berguna sebagai “alamat” bintang-bintang, galaksi, dan obyek langit lainnya sehingga memudahkan kerja para astronom dalam penelitian astronomi. Bintang-bintang dalam suatu rasi sebenarnya tidak terletak berdekatan seperti yang kita lihat dari bumi. Satu bintang dengan bintang lainnya dalam suatu rasi dapat terpisah jutaan tahun cahaya dan sebenarnya tidak punya urusan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena jarak kita di bumi dengan bintang-bintang tersebut sangat jauh, bintang-bintang tersebut tampak berdekatan dilihat dari bumi. Sebagian bintang tidak dapat dilihat oleh sebagian orang di wilayah tertentu di bumi ini. Polaris yang letaknya dekat dengan kutub utara contohnya, tidak dapat dilihat oleh orang-orang di benua Australia. Crux atau bintang salib selatan adalah satu contoh bintang di belahan langit selatan yang tidak dapat dilihat dari Inggris di belahan bumi utara. Langit malam dengan rasi-rasi bintangnya yang kita lihat dari tempat kita di Indonesia tentunya berbeda dengan langit malam yang dilihat di Belanda. Tiap bintang memiliki karakteristik masing-masing walau berada di kelompok rasi yang sama. Dapat berupa bintang tunggal, ganda, bahkan majemuk. Sama dengan manusia, bintang-bintang pun berevolusi. Bintang yang kita lihat tidak kita sadari tengah mengalami proses evolusi, misalnya pada tahap awal hidupnya. Bahkan tidak jarang kita mengira tengah melihat sebuah bintang, ternyata yang kita lihat adalah sebuah planet atau bahkan nebula. Planet memang tampak dari bumi hanya seperti sebuah titik cemerlang, seperti layaknya sebuah bintang. Yang membedakan antara keduanya adalah kegenitannya dalam berkedip. Bintang karena mengeluarkan cahayanya sendiri senantiasa tampak berkelap-kelip sedangkan planet tidak berkelap-kelip karena ia hanya memantulkan cahaya, tidak mengeluarkan cahaya. Penggunaan abjad Yunani untuk bintang-bintang dalam suatu rasi menunjukkan tingkat kecerlangan (magnitudo) bintang-bintang tersebut. α menandakan bintang yang paling terang pada suatu rasi, β menandakan bintang kedua yang paling terang dalam rasi tersebut, γ bintang ketiga paling terang dalam rasi tersebut, dan begitu seterusnya. Contohnya dalam rasi Orion sang pemburu, α-Orionids adalah bintang Betelgeuse dan β-Orionids adalah bintang Rigel. Keduanya termasuk ke dalam duapuluh bintang paling terang jika dilihat dari bumi. Sistem penamaan bintang dengan abjad Yunani seperti ini diperkenalkan oleh Johann Bayer, ahli astronomi dari Jerman. Para penghuni langit malam memang tak pernah bosan-bosannya mengundang manusia untuk mengenalnya. Setelah ini memandangi keindahan langit malam tentunya tidak lagi melamunkan si dia, tapi bisa saja misalnya memikirkan berapa magnitudo bintang-bintang tersebut, atau sedang dalam tahap evolusi apa bintang tersebut, atau hal-hal lain dari segi astronomis. Malam nanti jika langit cerah anda bisa berkenalan lebih jauh dengan para penghuni langit malam, cukup dari belakang pekarangan rumah anda dengan ditemani secangkir kopi hangat dan alunan lagu dari Sinatra. Tidak ada teleskop, binokuler pun jadi. Jika anda berminat lebih jauh, segera cari informasi tentang kegiatan star party dari klub astronomi di kota anda. Tidak salah rasanya mengatakan bahwa rasi bintang adalah jembatan untuk mengenal ilmu astronomi lebih dalam. “Fly me to the moon and let me play among the stars.. Let me see what spring is like on Jupiter and Mars“¦
Jumat, 04 Maret 2011
PENGHUNI LANGIT MALAM
Posted by MUHAMAD ANNAS AL-BAB FAUZI on 08.24
0 komentar:
Posting Komentar